Ambon, Perisaihukum.id — Jagat dunia maya dihebohkan dengan pernyataan Kamarudin Tubaka saat berorasi di depan kantor Gubernur Maluku di Kota Ambon, Rabu (9/2/2022). Dalam potongan video yang sempat viral di media sosial itu, Kamarudin Tubaka menyampaikan kalimat yang cenderung provokatif.
“Hei beta kasi tahu! Katong ampa nagri bisa bula bale satu Maluku,” tegas Kamarudin disambut histeris oleh peserta unjuk rasa.
Dengan mengenakan kaos berwarna hitam, Kamarudin memimpin demontrasi bersama komunitas Booi, Aboru, Kariu dan Hualoy (BAKH). Dalam demontrasi ini mereka menolak wacana warga Kariu yang mengungsi di negeri Aboru untuk direlokasi.
“Persekutuan gandong Booi, Aboru, Kariu, Hualoy, datang dengan massa yang sedikit sesuai dengan kita punya arahan, tapi besok ketika kita punya tuntutan tidak dipenuhi seluruh kota akan katong sisir! seluruh kota katong sisir. Kamong dengar! seluruh kota. Duka Kariu, duka Maluku,” tegas Kamarudin kembali.
Dalam potongan video lainnya, Kamarudin juga menyampaikan pernyataan yang bernada pengancaman. Dengan suara yang menggebu-gebu, Kamarudin mengatakan, “Hei Hualoy itu negeri potong kapala. Jang sapa gartak sapa. Beta kas tahu par kamong.”
Sementara dalam kesempatan jumpa pers di Jakarta, Ikatan Keluarga Besar Hatuhaha yang terdiri dari lima negeri, Pelauw-Ory, Hulaliu, Kailolo, Kabau, dan Rohomoni, bersama pela-gandong Tuhaha Beinusa Amalatu dan Titawaai Lesinusa Amalatu meminta Polda Maluku segera menangkap Kamarudin Tubaka.
“Pernyataan orator saudara Kamarudin Tubaka alias Tubaka Cucino yang dilakukan di Kota Ambon pada tanggal 9 Februari 2022 kami nilai bisa berpotensi memancing konflik baru, karena pernyataannya mengandung provokatif dan ujaran kebencian,” ujar Sekjen IKB Hatuhaha Mathius Ibrahim.
“Kami selaku Ikatan Keluarga Besar Hatuhaha bersama pela-gandong Tuhaha Beinusa Amalatu dan Titawaai Lesinusa Amalatu berkomitmen penuh untuk menjaga keamanan dan perdamaian di Pulau Haruku, maupun Maluku pada umum,” tandas Mathius Ibrahim.
Kamarudin Tubaka berpotensi dijerat dengan Pasal 156 KUHP, Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP, Pasal 28 Ayat 2 UU ITE, Pasal 29 UU ITE, dan Pasal 45B UU ITE. Adapun ancaman hukumannya, yakni 4 tahun penjara.
Pasal 156 KUHP mengatur mengenai barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP juga mengatur: Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.
Dalam Pasal 28 Ayat 2 UU ITE menyebutkan bahwa setiap orang dilarang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Sementara dalam Pasal 29 UU ITE berbunyi: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Maupun Pasal 45B UU ITE yang menyebutkan: Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750.000.000.
Pernyataan Sikap Dukung Pelauw
Ikatan Keluarga Besar Hatuhaha bersama pela-gandong Tuhaha Beinusa Amalatu dan Titawaai Lesinusa Amalatu menggelar jumpa pers di Jakarta guna memberikan dukungan terhadap negeri adat Pelauw yang terlibat konflik tanah hak ulayat dengan warga Kariu.
Dalam jumpa pers tersebut, Sekjen IKB Hatuhaha Mathius Ibrahim membacakan pernyataan sikap bersama yang ditandatangani oleh: Ketua Umum Presidium Ikatan Keluarga Besar Hatuhaha (IKBH) A. Latief Marasabessy, Ketua Presidium IKBH Pelauw Syahrudin Latuconsina, Pengurus Presidium IKBH Kabauw Rusdi Karepesina, Ketua Presidium IKBH Rohomoni Habib Amin Sangadji, Ketua Presidium IKBH Hulaliu Hendri Noya.
Selain itu, Ketua Umum Ikama Ory Jaya Oni Tuanya, Sekjen Ikatan Keluarga Besar (IKB) Kailolo Ruslan Marasabessy, Ketua Pemuda Tuhaha Beinusa Amalatu Jeremias Kayadoe, dan Ketua Pemuda Titawaai Lesinusa Amalatu Yongki Tahalele.
Pernyataan sikap yang dibuat di Jakarta, Rabu (9/2/2022) tersebut, terdiri dari 11 poin tuntutan yang diharapkan dapat menjadi perhatian serius dari pemerintah dan aparat kepolisian setempat. Adapun poin tuntutan tersebut yakni:
Pertama, mereka merasa prihatin atas konflik yang terjadi antara masyarakat adat Negeri Pelauw/Ory dengan warga Kariu di Pulau Haruku, yang menyebabkan tiga korban jiwa dan empat menderita luka. Satu diantaranya anggota Polsek Pulau Haruku.
Kedua, mereka menyampaikan rasa duka yang mendalam atas korban jiwa dari warga Pelauw Matasiri.
Ketiga, mereka menegaskan kembali bahwa konflik yang terjadi bukanlah konflik SARA, melainkan konflik Hak Ulayat antara masyarakat adat Negeri Pelauw/Ory dengan masyarakat Kariu.
Keempat, mereka juga meminta aparat keamanan segera mengambil langkah tegas terhadap pelaku penembakan warga Negeri Pelauw.
Kelima, mereka meminta Polda Maluku segera mengungkap dan memproses secara hukum oknum anggota Polsek Pulau Haruku yang diduga bernama Steffi Leatomu, karena menjadi biang kerok terjadinya konflik.
Keenam, mereka meminta Polda Maluku segera menangkap orator demo dalam aksi yang mengatasnamakan BAKH, dengan orator bernama Komarudin Tubaka, yang dilakukan di Kota Ambon pada 9 Februari 2022. Mereka nilai konten yang disampaikan bisa berpotensi menimbulkan konflik karena pernyataan-pernyataannya provokatif dan mengandung ujaran kebencian.
Ketujuh, mereka mendukung penuh masyarakat adat Negeri Pelauw Matasiri untuk mempertahankan petuanan hak ulayat dari upaya pencaplokan warga Kariu.
Kedelapan, mereka menuntut tegas tindakan penebangan, meminta aparat kepolisian untuk memproses secara hukum pelaku penebangan pohon-pohon cengkeh milik warga Negeri Pelauw.
Kesepuluh, mereka mengatakan bahwa sejatinya Ikatan Keluarga Besar Hatuhaha bersama pela-gandong Tuhaha Beinusa Amalatu dan Titawaai Lesinusa Amalatu akan selalu berdiri bersama basudara Pelauw Matasiri, dalam menyampaikan kebenaran dan memperjuangkan haknya.
Kesebelas, mereka selaku Ikatan Keluarga Besar Hatuhaha bersama pela-gandong Tuhaha Beinusa Amalatu dan Titawaai Lesinusa Amalatu berkomitmen untuk menjaga keamanan dan kedamaian di Pulau Haruku, maupun Maluku pada umumnya.
“Beta seng bisa bayangkan bilamana untuk kemudian hari katong pung anak cucu yang mengalami. Oleh karena itu, katong mulai hari ini sepakat apa yang harus katong utarakan untuk supaya Indonesia tahu bahwa dari dulu Hatuhaha itu selalu bersatu dan katong pung pela gandong dari Tuhaha dan Titawaai yang sudah hadir di sini yang mendukung katong mudah-mudahan katong Hatuhaha ke depan dan seterusnya harus bersatu,” ungkap Ketua Umum Presidium IKB Hatuhaha A. Latief Marasabessy. Red